Naskah
Teater
SUMPAH
PEMUDA
Di
Universitas Kebangsaan Indonesia telah terjadi tawuran hebat antara mahasiswa
jurusan teknik dengan mahasiswa jurusan seni. Tawuran ini berlangsung sengit
yang menewaskan 1 orang mahasiswa dan beberapa lainnya luka parah. Diindikasi
tawuran ini terjadi akibat perselisihan biasa namun berlanjut sehingga
berakibat fatal.
(Terjadi tawuran antara mahasiswa teknik dan seni)
Di halaman kampus, Aan dan Anca berbincang-bincang.
Aan : Anca,
Ancaaa (teriak)
Anca : Yaa,
ada apa An?
Aan : Kita
harus segera menyusun strategi untuk menyerang balik fakultas seni.
Anca :
Kapan?
Aan :
Segera, secepatnya.
Anca : Tapi,
apakah tidak terlalu terburu-buru? Kita baru saja tawuran kemarin, jangan
sampai hal ini malah akan merugikan kita, jangan gegabah An.
Aan :
Gegabah? Merugikan bagaimana maksudmu?
Anca : Iya,
aku yakin saat ini polisi menjaga di mana-mana, bisa saja kita tertangkap.
Aan : Akh,
persetan dengan polisi. Pokoknya aku harus segera balas dendam.
Anca : Tapi
An....
Aan : Andai
kau tahu bagaimana perasaan yang berkecamuk dalam hatiku saat ini. Aku begitu
terpukul sejak kehilangan sepupuku. Ia diamanahkan oleh keluarga padaku,
seharusnya aku menjaganya, tapi apa sekarang, dia telah mati, mati di tangan
musuh bubuyutanku, argghhh... Aku akan balas dendam, sekarang!!
Anca : An,
aku mengerti. Aku memang tak ada hubungan darah dengan Indra, tapi sebagai
keluarga besar teknik aku merasa sangat kehilangan. Aku berjanji akan
membantumu membalaskan dendam, tapi tidak sekarang An. Jangan hanya mengandalkan
emosi semata, gunakan akalmu bro, kita perlu strategi dan perencanaan yang
matang.
Aan : Oke,
maafkan aku Anca, aku terlalu terbawa emosi. Baiklah, kalau begitu mari kita
segera susun strategi bersama.
(Aan dan Anca outstage dengan meneriakkan “Hidup
Teknik”)
Di
halaman kampus, mahasiswa fakultas seni yaitu Adrian dan Ifah sedang
berbincang-bincang juga mengenai hal yang sama, yaitu tawuran yang terjadi
kemarin.
Ifah :
Sayang, sudahlah. Hentikan semua ini, hentikan semua pertikaian ini, kalau
tidak ada yang mengalah antara kita mahasiswa seni dan teknik maka tidak akan
ada penyelesaian, selamanya perkara ini akan berdampak pada generasi pendatang
di kampus kita.
Adrian :
Apa? Jadi maksudmu kita harus mengalah? Mengalah berarti menyerah pada keadaan.
Tidak, aku tidak akan pernah menyerah.
Ifah :
Mengalah tidak selamanya berati menyerah, tetapi mari kita mengalah untuk
menang.
Adrian :
Haha, jangan berbicara filsafat denganku. Aku lebih mengerti soal itu.
Ifah :
Kalau kau benar mengerti, mengapa begitu sulit menghancurkan keras hatimu?
Adrian :
Hei perempuan, mengerti apa kau soal ini? Ini soal harga diri. Berbeda denganmu
yang mengandalkan hati dan air mata, kami kaum Adam bahkan rela mati demi
mempertahankannya.
Ifah : Tapi
sayang, aku....
Adrian :
Tapi apa? Haa.. Kalau kau memang sudah tidak mau ikut, yaa sudah. Lagipula apa
gunanya dirimu di medan perang? Kita putus.
Ifah :
Sayang, maafkan aku.
(Adrian dan Ifah outstage)
Aan
dan Anca pun mendatangi fakultas seni untuk menyelesaikan perkara tawuran yang
telah terjadi kemarin.
Aan : Hei,
keluar kalian semua. (teriak)
(Adrian dan Ifah instage)
Adrian :
Ada apa ini?
Aan : Hha,
ada apa katamu? Sudah lupa dengan kejadian kemarin?
Anca : Kami
datang kemari untuk menyelesaikan perkara kemarin.
Adrian :
Menyelesaikan? Dengan cara apa kalian akan menyelesaikannya?
Aan : Kami
ingin menyelesaikannya secara kekeluargaan.
Adrian :
Kekeluargaan katamu? Sejak kapan mahasiswa teknik berjiwa kekeluargaan? Kalau
memang benar demikian, takkan ada gedung sekretariat himpunan kami serta
kendaraan para mahasiswa yang terbakar, takkan ada junior-junior kami yang
diperlakukan secara tidak manusiawi oleh senior-senior kalian.
Anca : Tapi
kalian telah membunuh keluarga kami.
Adrian :
Wajar saja, toh dia yang menginginkannya. Siapa lagi profokator di balik semua
ini. Bukankah dengan terbunuhnya Indra, perkara telah selesai.
Aan : Apa?
Bajingan kau. (mengeluarkan badik dari balik almamaternya)
Anca : An,
sabar. Tahan emosimu.
Ifah :
Sebelum kau membunuh kekasihku, bunuh aku terlebih dahulu.
Adrian :
Ifah, jangan. Miggir kau, ini sudah jadi urusanku.
Aan : Kalau
badik sudah dicabut dari sarungnya, pantang untuk masuk kembali sebelum
menunaikan tugasnya.
(Tiba-tiba Tina dan Lia instage)
Tina dan Lia berteriak “Berhenti”.
Tina : Hei, hentikan!!
Lia : Apa
yang kalian lakukan? Kalian semua tidak punya otak yaa? Krisis iman kalian
semua.
Ifah :
Kalian jangan sok berceramah, ini bukan urusan kalian. Kami ingin menyelesaikan
masalah ini, yaa kami akan menyelesaikannya sekarang juga. Hei Aan, Anca.
Sekarang selesaikanlah tujuan kalian, bunuh saja diriku, bunuh aku.
Adrian :
Sayang, apa yang kamu lakukan? Jangan, biar aku saja yang menghadapi mereka.
Ifah :
Tidak sayang.
(Akhirnya tawuran tak dapat dielakkan. Hal ini
berlangsung cukup lama, hingga pada akhirnya menewaskan Ifah yang berniat
melindungi pacarnya, Adrian dari maut.)
Adrian :
Huaaa.... Ifahhh.... (menangis)
Tina :
Sadarlah, apa yang telah kalian lakukan? Inikah yang kalian inginkan?
Lia : Tak
kusangka kalian begitu amoral. Kawan-kawan, sebentar lagi peringatan sumpah
pemuda. Peristiwa yang baru saja terjadi begitu miris, menunjukkan kita sebagai
mahasiswa betapa tak bermoral. Tahukah kalian bila pahlawan yang memperjuangkan
kemerdekaan kita akan begitu kecewa dan merasa tak berguna?
Tina :
Sumpah pemuda sebagai batu pijakan bangsa ini meraih kemerdekaan telah
kehilangan arti. Pemuda kini begitu bejat.
Kita
yang beradu argumen, namun sepakat dengan “NKRI Harga Mati!”.
Kita
yang berwarna-warni, namun berhati merah putih.
Wahai
para pemuda pendahulu…..
Yang telah hidup puluhan tahun berlalu
Yang telah membuat semua bersatu
Mengabadikan lentera nusantaramu
Di kala sekarang telah tiada
Gema janji sumpahmu tetap masih meraung
Meraung keras di seluruh penjuru sudut bangsa ini
28 oktober, karenamu pemuda Indonesia melebur
Menjadi sebuah pedang yang diasah tajam
Dan siap digunakan untuk mengisi kemerdekaan ini
Terima kasih sumpahmu
28 oktober kan kugemakan selalu sampai nanti
mentari tenggelam di seberang timur
Yang telah hidup puluhan tahun berlalu
Yang telah membuat semua bersatu
Mengabadikan lentera nusantaramu
Di kala sekarang telah tiada
Gema janji sumpahmu tetap masih meraung
Meraung keras di seluruh penjuru sudut bangsa ini
28 oktober, karenamu pemuda Indonesia melebur
Menjadi sebuah pedang yang diasah tajam
Dan siap digunakan untuk mengisi kemerdekaan ini
Terima kasih sumpahmu
28 oktober kan kugemakan selalu sampai nanti
mentari tenggelam di seberang timur
Aku
memang tahu....
Angin semakin kencang menderu
Harusnya membuat pemuda bersatu padu
Abaikan ego di hatimu
Demi sebuah sumpah ikrar persatuan
Untuk Indonesia tetap bersatu
Angin semakin kencang menderu
Harusnya membuat pemuda bersatu padu
Abaikan ego di hatimu
Demi sebuah sumpah ikrar persatuan
Untuk Indonesia tetap bersatu
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.