Kamis, 22 November 2012

Naskah Teater "Sumpah Pemuda"


Naskah Teater
SUMPAH PEMUDA
          Di Universitas Kebangsaan Indonesia telah terjadi tawuran hebat antara mahasiswa jurusan teknik dengan mahasiswa jurusan seni. Tawuran ini berlangsung sengit yang menewaskan 1 orang mahasiswa dan beberapa lainnya luka parah. Diindikasi tawuran ini terjadi akibat perselisihan biasa namun berlanjut sehingga berakibat fatal.
(Terjadi tawuran antara mahasiswa teknik dan seni)
Di halaman kampus, Aan dan Anca berbincang-bincang.
Aan    : Anca, Ancaaa (teriak)
Anca   : Yaa, ada apa An?
Aan    : Kita harus segera menyusun strategi untuk menyerang balik fakultas seni.
Anca   : Kapan?
Aan    : Segera, secepatnya.
Anca   : Tapi, apakah tidak terlalu terburu-buru? Kita baru saja tawuran kemarin, jangan sampai hal ini malah akan merugikan kita, jangan gegabah An.
Aan    : Gegabah? Merugikan bagaimana maksudmu?
Anca   : Iya, aku yakin saat ini polisi menjaga di mana-mana, bisa saja kita tertangkap.
Aan    : Akh, persetan dengan polisi. Pokoknya aku harus segera balas dendam.
Anca   : Tapi An....
Aan    : Andai kau tahu bagaimana perasaan yang berkecamuk dalam hatiku saat ini. Aku begitu terpukul sejak kehilangan sepupuku. Ia diamanahkan oleh keluarga padaku, seharusnya aku menjaganya, tapi apa sekarang, dia telah mati, mati di tangan musuh bubuyutanku, argghhh... Aku akan balas dendam, sekarang!!
Anca   : An, aku mengerti. Aku memang tak ada hubungan darah dengan Indra, tapi sebagai keluarga besar teknik aku merasa sangat kehilangan. Aku berjanji akan membantumu membalaskan dendam, tapi tidak sekarang An. Jangan hanya mengandalkan emosi semata, gunakan akalmu bro, kita perlu strategi dan perencanaan yang matang.
Aan    : Oke, maafkan aku Anca, aku terlalu terbawa emosi. Baiklah, kalau begitu mari kita segera susun strategi bersama.
(Aan dan Anca outstage dengan meneriakkan “Hidup Teknik”)
          Di halaman kampus, mahasiswa fakultas seni yaitu Adrian dan Ifah sedang berbincang-bincang juga mengenai hal yang sama, yaitu tawuran yang terjadi kemarin.
Ifah    : Sayang, sudahlah. Hentikan semua ini, hentikan semua pertikaian ini, kalau tidak ada yang mengalah antara kita mahasiswa seni dan teknik maka tidak akan ada penyelesaian, selamanya perkara ini akan berdampak pada generasi pendatang di kampus kita.
Adrian          : Apa? Jadi maksudmu kita harus mengalah? Mengalah berarti menyerah pada keadaan. Tidak, aku tidak akan pernah menyerah.
Ifah    : Mengalah tidak selamanya berati menyerah, tetapi mari kita mengalah untuk menang.
Adrian          : Haha, jangan berbicara filsafat denganku. Aku lebih mengerti soal itu.
Ifah    : Kalau kau benar mengerti, mengapa begitu sulit menghancurkan keras hatimu?
Adrian          : Hei perempuan, mengerti apa kau soal ini? Ini soal harga diri. Berbeda denganmu yang mengandalkan hati dan air mata, kami kaum Adam bahkan rela mati demi mempertahankannya.
Ifah    : Tapi sayang, aku....
Adrian          : Tapi apa? Haa.. Kalau kau memang sudah tidak mau ikut, yaa sudah. Lagipula apa gunanya dirimu di medan perang? Kita putus.
Ifah    : Sayang, maafkan aku.
(Adrian dan Ifah outstage)
          Aan dan Anca pun mendatangi fakultas seni untuk menyelesaikan perkara tawuran yang telah terjadi kemarin.
Aan    : Hei, keluar kalian semua. (teriak)
(Adrian dan Ifah instage)
Adrian          : Ada apa ini?
Aan    : Hha, ada apa katamu? Sudah lupa dengan kejadian kemarin?
Anca   : Kami datang kemari untuk menyelesaikan perkara kemarin.
Adrian          : Menyelesaikan? Dengan cara apa kalian akan menyelesaikannya?
Aan    : Kami ingin menyelesaikannya secara kekeluargaan.
Adrian          : Kekeluargaan katamu? Sejak kapan mahasiswa teknik berjiwa kekeluargaan? Kalau memang benar demikian, takkan ada gedung sekretariat himpunan kami serta kendaraan para mahasiswa yang terbakar, takkan ada junior-junior kami yang diperlakukan secara tidak manusiawi oleh senior-senior kalian.
Anca   : Tapi kalian telah membunuh keluarga kami.
Adrian          : Wajar saja, toh dia yang menginginkannya. Siapa lagi profokator di balik semua ini. Bukankah dengan terbunuhnya Indra, perkara telah selesai.
Aan    : Apa? Bajingan kau. (mengeluarkan badik dari balik almamaternya)
Anca   : An, sabar. Tahan emosimu.
Ifah    : Sebelum kau membunuh kekasihku, bunuh aku terlebih dahulu.
Adrian          : Ifah, jangan. Miggir kau, ini sudah jadi urusanku.
Aan    : Kalau badik sudah dicabut dari sarungnya, pantang untuk masuk kembali sebelum menunaikan tugasnya.
(Tiba-tiba Tina dan Lia instage)
Tina dan Lia berteriak “Berhenti”.
Tina   : Hei, hentikan!!
Lia      : Apa yang kalian lakukan? Kalian semua tidak punya otak yaa? Krisis iman kalian semua.
Ifah    : Kalian jangan sok berceramah, ini bukan urusan kalian. Kami ingin menyelesaikan masalah ini, yaa kami akan menyelesaikannya sekarang juga. Hei Aan, Anca. Sekarang selesaikanlah tujuan kalian, bunuh saja diriku, bunuh aku.
Adrian          : Sayang, apa yang kamu lakukan? Jangan, biar aku saja yang menghadapi mereka.
Ifah    : Tidak sayang.
(Akhirnya tawuran tak dapat dielakkan. Hal ini berlangsung cukup lama, hingga pada akhirnya menewaskan Ifah yang berniat melindungi pacarnya, Adrian dari maut.)
Adrian          : Huaaa.... Ifahhh.... (menangis)
Tina   : Sadarlah, apa yang telah kalian lakukan? Inikah yang kalian inginkan?
Lia      : Tak kusangka kalian begitu amoral. Kawan-kawan, sebentar lagi peringatan sumpah pemuda. Peristiwa yang baru saja terjadi begitu miris, menunjukkan kita sebagai mahasiswa betapa tak bermoral. Tahukah kalian bila pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan kita akan begitu kecewa dan merasa tak berguna?
Tina   : Sumpah pemuda sebagai batu pijakan bangsa ini meraih kemerdekaan telah kehilangan arti. Pemuda kini begitu bejat.

Kita yang beradu argumen, namun sepakat dengan “NKRI Harga Mati!”.
Kita yang berwarna-warni, namun berhati merah putih.
Wahai para pemuda pendahulu…..
Yang telah hidup puluhan tahun berlalu
Yang telah membuat semua bersatu
Mengabadikan lentera nusantaramu

Di kala sekarang telah tiada
Gema janji sumpahmu tetap masih meraung
Meraung keras di seluruh penjuru sudut bangsa ini
28 oktober, karenamu pemuda Indonesia melebur

Menjadi sebuah pedang yang diasah tajam
Dan siap digunakan untuk mengisi kemerdekaan ini
Terima kasih sumpahmu
28 oktober kan kugemakan selalu sampai nanti
mentari tenggelam di seberang timur
Aku memang tahu....
Angin semakin kencang menderu
Harusnya membuat pemuda bersatu padu
Abaikan ego di hatimu
Demi sebuah sumpah ikrar persatuan
Untuk Indonesia tetap bersatu
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Naskah Teater "Hari Pahlawan"


Hari pahlawan
Narator :
Kisah ini berawal abad ke-16 saat pasukan Belanda memasuki wilayah NKRI, niat mereka yang awalnya hanya membeli rempah-rempah dari Indonesia seketika berubah menjajah ketika melihat kekayaan alam Indonesia yang sangat menggiurkan. Rakyat pun oleh mereka dipaksa kerja atau dalam istilah Belanda kerja rodi.
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Gebrakan 5 menit pertama :
(Rakyat berteriak “merdeka” berkali-kali sambil instage ke panggung. Kemudian yang bertindak sebagai Soekarno membacakan teks proklamasi)
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal² jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-'05
Wakil2 bangsa Indonesia.
(Setelah Soekarno membacakan teks proklamasi, beliau berpidato yang membakar semangat rakyat Indonesia)
Demikianlah saudara-saudara!
Kita sekarang telah merdeka!
Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita!
Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia – merdeka kekal dan abadi. Insyaallah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!
(kemudian semua outstage sambil teriak “merdeka” berkali-kali pula)


Narator :
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
Di rumah bung Tomo.
Istri    : Kang, ini minumnya.
Tomo : Terima kasih.
Istri    : Boleh kan aku memijitmu kang?
Tomo : (Menoleh kepada istrinya kemudian mengangguk)
Istri    : Kang, apa tidak lelah? Mengasohlah sejenak. Telah kusiapkan kamarmu.
Tomo : Lelah? Tak pantas kata itu terucap bagi kami sebagai perajurit dinda.
Istri    : Tapi, dirimu juga manusia kang, butuh istirahat.
Tomo : Aku mengerti. Tapi walau raga istirahat, jiwa kami tak boleh lengah. Ini bukan soal menjaga engkau dan anak-anak saja, tapi rakyat, seluruh rakyat di negeri ini.
Istri    : Tapi, kita kan telah merdeka kang.
Tomo : (Berdiri) Kemarin itu hanya peristiwa proklamasi, hanya sebuah pernyataan untuk membuktikan kepada dunia bahwa kita merdeka secara de facto dan de jure.
Istri    : Lalu?
Tomo : Entahlah, firasatku buruk. Sudahlah dinda, mari kita istirahat.
(Tomo dan istrinya outstage)
(Tak sengaja Toni yang merupakan rakyat Indonesia bersenggolan dengan tentara Inggris)
Tentara: Hei kamu, kurang ajar sekali.
Toni   : Maaf saya tidak lihat, tidak sengaja.
Tentara: Tidak lihat, tidak lihat. Alasan kamu yaa. Dasar pribumi. Baju saya jadi kotor, sepatu saya juga. (sambil melap bajunya) Kamu lap sepatu saya.
Toni   : Tapi....
Tentara: Apa? Berani kamu yaa? (mengeluarkan pistol)
Toni   : (dengan gugup melap sepatu tentara Inggris tsb)
(Tentara Inggris outstage, kemudian masuklah dua kawan Toni)
Bur     : Siapa dia Ton?
Yono  : Iya, siapa dia Ton? Kok pakai seragam tentara?
Toni   : Entahlah, aku juga baru melihatnya. Baru hari ini.
Bur     : Tadi dia suruh kau apa?
Toni   : Melap sepatunya.
Yono  : Kau lakukan?
Toni   : Iya.
Bur     : Kamu itu bodoh sekali, mau saja diperbudak olehnya.
Yono  : Iya Ton, kita ini kan sudah merdeka.
Toni   : Aku terpaksa, dia bawa senjata.
Bur     : Apa? Bawa senjata?
Yono  : Lah, jangan-jangan dia itu tentara Inggris yang kabarnya kemarin akan masuk kembali ke NKRI.
Toni   : Dengar di mana kamu?
Yono  : Di radio, kemarin.
Bur     : Tapi untuk apa yaa? Menjajah kita lagi?
Toni   : Ahh, sudahlah. Kalau begitu ayo segera kita laporkan ke bung Tomo.
Bur     : Iya yahh.
Yono  : Iya, ayo.
(Ketiganya outstage)
Di rumah bung Tomo.
Toni   :Bung Tomo.
Bur     : Assalamu Alaikum bung.
Istri    : (berlari instage) Maaf, ada apa yaa?
Yono  : Eh, neng bung Tomo ada? Kami ada perlu.
Istri    : Oh iya tunggu sebentar saya panggilkan yaa (outstage)
Tomo : (instage) Hei kalian, ada apa?
Toni   : Begini bung, tadi tanpa sengaja saya menyenggol tentara Inggris.
Bur     : Yaa, rupanya mereka kembali memasuki wilayah NKRI.
Tomo : Apa? Bagaimana mungkin? Negara kita telah memproklamirkan kemerdekaannya 17 Agustus lalu.
Yono  : Kami pun tak habis pikir.
Tomo : Aku yakin ada niat jahat di balik kedatangan mereka kembali. Kita tak boleh tinggal diam, aku akan segera menyiarkan ke radio mengenai hal ini, rakyat harus dibangunkan, kita harus siap perang kembali. Kalian, persiapkan pasukan dan persenjataan.
Ketiganya: Siap (kemudian outstage)
(Ibu-ibu instage, mereka membawa keranjang cucian. Ibu Ani yang seorang bangsawan diikuti ibu-ibu lainnya)
Ibu 1   : Alhamdulillah yaa bu, kita sekarang telah merdeka.
Ibu 2  : Iya, berkat perjuangan bangsa kita.
Ibu 3  : Suami kita tepatnya. (yang lain tertawa)
Ani     : Memang suami ibu-ibu semua kemarin ikut berperang?
Ibu 4  : Iya bu, tapi sayang suami saya gugur di medan perang.
Ani     : Sabar yaa bu.
Ibu 5  : Suami ibu Ani mah enak, mana mungkin ikut berperang, beliau kan seorang bangsawan.
Ani     : Tidak juga kok bu, lagipula suami saya berperang secara diplomatis.
Ibu 1   : Tapi enak ya kalau perangnya secara diplomatis? Tidak perlu turun lapangan.
Ibu 2  : Ibu Ani mana rasa seperti yang kami rasa, was-was menunggu suami pulang dengan selamat atau tinggal nama.
Ibu 3  : Yah, namanya saja bangsawan toh?
Ani     : Tapi, perang secara diplomatik juga berandil besar terhadap kemerdekaan negeri kita, kadang kita tak perlu adu kekuatan untuk memenangkan perang.
Ibu 4  : Sudah, toh kita sudah merdeka. Apa lagi yang disoalkan?
Ibu 5  : Yang penting sekarang itu bagaimana kita membangun bangsa, anak-anak harus disekolahkan.
Ani     : Tenang bu, sekarang kaum pribumi pun sudah bisa sekolah.
Ibu 1   : Wah, bagus itu bu.
Ibu 2  : Iya, kalau anak kita sekolah mereka takkan mudah diperbudak oleh kaum-kaum penjajah.
(Tentara instage, memasang bendera merah putih biru)
Ibu 3  : Hei, ibu-ibu coba lihat yang di sana.
Ibu 4 : Loh, perawakannya seperti tentara penjajah yaa?
Ibu 5 : Iya yah. Wah ada apa yah?
Ani     : Mereka memasang bendera. Ahh, aku tahu. Mereka tentara Inggris yang kabarnya akan masuk ke NKRI kembali. Kalian kabari yang lainnya, aku akan memata-matai mereka.
(Ibu-ibu outstage sementara Ani memata-matai tentara Inggris)
Tentara: Selanjutnya tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu, akan kubawa kembali negeri ini menjadi jajahan Hidia Belanda. Hahaha.
Ani     : (tidak sengaja menjatuhkan keranjang cuciannya)
Tentara: Hei, siapa kau?
Ani     : Kurang ajar kau tentara laknat. Kami telah merdeka, kau pikir kami akan kalah.
Tentara: Cerewet sekali kau ini, dasar bangsa terhina. Tapi, kamu cantik juga. (mencekik leher Ani, kemudian menyeretnya outstage)
Ani     : (teriak) Jangannn....
Tentara: Hahaha.
(Ibu-ibu melapor kepada bung Tomo)
Ibu 1   : Bung, kami melihat tentara Inggris.
Ibu 2 : Yahh, mereka memasang bendera penjajah.
Tomo : Di mana bu?
Ibu 3  : Di hotel Yamato bung.
Ibu 4  : Ada baiknya kita segera bertindak.
Ibu 5  : Nampaknya mereka ingin kembali menjajah NKRI.
Tomo : Baiklah kalau begitu ibu-ibu sekalian pulang ke rumah, amankan diri dan anak-anak kalian.
(Ibu-ibu berlarian outstage)
Tomo : Toni, Bur, Yono (teriak, kemudian ketiganya instage)
Bur     : Ada apa bung?
Tomo : Segera cek hotel Yamato, tentara Inggris mengibarkan bendera penjajah.
Ketiganya: Siap.
Sesampainya di hotel Yamato.
Yono  : Hei tentara laknat, untuk apa kau datang ke mari lagi?
Tentara: Hahaha bukan urusan kalian.
Toni   : Kalau ingin menjajah, sebaiknya urungkan niatmu itu.
Bur     : Lalu untuk apa kau pasang bendera itu? Ayo kita robek!
Tentara: (mengeluarkan pistol) Mau macam-macam kalian ya? Berani?
Ketiganya mudur selangkah demi selangkah, kemudian muncullah bung Tomo membakar semangat mereka dengan pidatonya.
Tomo : Saudara-saudara
Bersiaplah! Keadaan genting.
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak.
Baru kalau kita ditembak.
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap.
Merdeka atau mati.
Dan kita yakin, Saudara-saudara.
Akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita.
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah Saudara-saudara!
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!
Rakyat pun terbakar semangatnya kemudian menyerang para tentara penjajah.
Setelah itu mereka merobek warna biru pada bendera yang dikibarkan penjajah.
Narator :
Pertempuran berdarah yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.